🐉 Salah Satu Ciri Ketaatan Seseorang Ialah

Disiplin Pengertian disiplin menurut pa ahli, salah satunya ialah John Macquarrie adalah kemauan dan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam mematuhi seluruh peraturan yang telah terangkai dengan tujuan-tujuan untuk tertentu untuk menpai kebersamaan, kesajahaan, keadilan, serta keteraturan sosial di dalam kehidupan bermasyarakat.
Menghidupi Kekristenan tidaklah mudah, tidak semudah apa yang dikhotbahkan oleh para hamba-hamba Tuhan setiap minggunya. Banyak aspek yang harus kita perhatikan, renungkan, dan lakukan dalam hidup kita. Dan salah satu bagian yang dapat dikatakan sebagai dasar dan yang sangat penting dalam perjalanan kita mengikut Kristus adalah soal ketaatan. Tuhan telah memanggil kita untuk menjadi anak-anak-Nya, diselamatkan, dan diberikan tugas yang mulia, yaitu untuk menjadi seperti Kristus dan menjadikan orang lain juga seperti Kristus memuridkan. Tugas ini tentu tidaklah mudah dan menuntut, atau kalau saya boleh katakan “merampas” hidup kita. Tugas ini memerlukan ketaatan dari hidup kita atas setiap perintahnya dalam hidup sehari-hari. Kita akan belajar mengenai ketaatan akan panggilan-Nya dari salah satu perikop mengenai salah satu tokoh yang mungkin cukup jarang dibahas di dalam khotbah-khotbah, yaitu Saul di dalam 1 Sam. 1513-23. Umumnya ketaatan selalu dikaitkan dengan kisah Abraham, Yusuf, Musa, Maria ibu Yesus, dan Tuhan Yesus sendiri. Tetapi mari kita melihat dan belajar sedikit dari kisah perjalanan hidup Saul dan bagaimana tingkat ketaatannya kepada Allah. Semoga Allah berbicara kepada kita lewat kisah ini. Ciri-ciri orang yang tidak taat 1. Selalu menyembunyikan dosanya Saul mengatakan dia telah melakukan perintah Tuhan 13. Orang yang berdosa, biasanya menyembunyikan dosanya, ingin lari dari kesalahannya dan juga penghakiman Tuhan. Bagaimana itu dilakukan? Yaitu dengan membenarkan dirinya sendiri. Matthew Henry mengatakan “Thus sinners think, by justifying themselves, to escape being judged of the Lord; whereas the only way to do that is by judging ourselves.”[1] Tidak kita pungkiri bahwa memang Saul telah taat melakukan perintah membinasakan Amalek, tapi hanya setengah taat. Bukankah hidup kita seringkali seperti Saul? Selalu berusaha menyembunyikan dosa di hadapan Tuhan dan manusia, tidak bertobat, malah membenarkan dan menutup diri dalam jubah agama. 2. Menyalahkan orang lain Saul mengatakan bahwa rakyatlah yang membawa dan menyelamatkan ternak-ternak tersebut 16. Orang yang tidak mau taat atau hidup di dalam ketidaktaatan, cenderung untuk menyalahkan orang lain. Saul mengaku bahwa ia telah melakukan perintah Tuhan dan kesalahan dalam eksekusinya ia timpakan kepada orang-orangnya.[2] Keberdosaan kita selalu menyebabkan kita untuk membenarkan diri dan mencari kambing hitam, daripada menanggung tanggung jawab untuk dirinya sendiri. Dosa menyebabkan kita tidak ingin disorot oleh terang dan menyembunyikan ketelanjangan diri kita dan menyebut orang lain yang telanjang. Kita telah melihat kejadian ini di awal Alkitab, yaitu kejatuhan manusia. Adam yang sebenarnya memikul tanggung jawab atas larangan memakan buah pengetahuan, menyalahkan Tuhan dan juga Hawa dengan berkata “perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku…” Kej. 312. Yesus juga memperingatkan kita untuk mengeluarkan balok di mata kita sebelum mengeluarkan selumbar dari mata orang lain, karena memang kecenderungan hati kita adalah melihat kesalahan orang lain seakan-akan diri sendiri tidak berdosa. 3. Mengelak dengan “tapi” Seringkali kita menganggap diri ini sudah taat kepada Tuhan, padahal kita hanya taat setengah dari apa yang diperintahkan dan sebenarnya taat setengah bukanlah ketaatan atau kita sering menyangkal sebuah ketaatan dengan alasan untuk ketaatan lain, yang sebenarnya bukan pada konteksnya. Ketaatan dengan kata “tapi” bukanlah ketaatan yang sejati di hadapan Allah. Saul melakukan kesalahan ini dua kali dalam perikop ini, pertama di ayat 15, “Ia mengatakan “Semuanya itu dibawa dari pada orang Amalek, sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas.” dan setelah itu ia bukan bertobat, tetapi masih memberi alasan di ayat 21 dan 22, “Aku memang mendengarkan suara TUHAN dan mengikuti jalan yang telah disuruh TUHAN kepadaku dan aku membawa Agag, raja orang Amalek, tetapi orang Amalek itu sendiri telah kutumpas. Tetapi rakyat mengambil dari jarahan itu kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dari yang dikhususkan untuk ditumpas itu, untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu, di Gilgal 20-21. Sebuah alasan yang bagus bukan? Mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan adalah baik, tetapi seperti yang Lasor katakan bahwa sama seperti kasus Akhan di dalam Yosua 7, Saul tidak mengerti peperangannya atas Amalek tersebut bukanlah peperangan untuk merampas barang atau untuk menjadikan tawanan sebagai budak, tetapi ini adalah pembalasan atas nama Allah.[3] Saul mencoba melawan perintah Tuhan dengan perintah-Nya yang lain. Tapi sayang sekali, usaha itu gagal dan tidak berkenan di hadapan Tuhan. Mungkin kita juga sering melakukan hal ini. Anak muda yang memilih pasangan yang tidak seiman, seringkali menggunakan alasan yang sama, bahwa ia ingin melakukan perintah penginjilan. Hal ini sama saja dengan melawan perintah Tuhan dengan perintah Tuhan. Apa Respon Tuhan terhadap ketidaktaatan? Membongkarnya 14 Tidak lama setelah Saul menutupi kesalahannya ketika Samuel datang, Tuhan membongkar ketidaktaatan Saul dengan memakai mulut binatang jarahan Saul sendiri, “Tetapi kata Samuel “Kalau begitu apakah bunyi kambing domba, yang sampai ke telingaku, dan bunyi lembu-lembu yang kudengar itu?” Mulut kambing dan domba menentang sendiri kesaksian palsu Saul.[4] Hal ini juga kita lihat di dalam kisah Bileam. Tuhan memakai seekor keledai untuk menegur ketidaktaatan Bileam Bil. 2221-35. Ironis sekali, bahwa mungkin penulis Alkitab ingin menunjukkan bahwa hewan lebih dapat mendengar, menuruti Allah dan lebih jujur daripada manusia yang tidak mau mendengar dan taat kepada-Nya. Dosa memang dapat kita tutup-tutupi dari orang lain, tetapi tidak dengan Tuhan. Cepat atau lambat Ia akan membongkarnya, baik dengan cara yang lembut maupun dengan keras dan memalukan. 2. Menuntut pertanggungjawaban 17-19 Allah yang telah memilih dan mengurapi Saul menjadi raja, memberi perintah spesifik baginya, yaitu untuk menumpas semua penduduk Amalek. Ini adalah sebuah panggilan Saul, bahwa Ia menjadi raja dan menjalankan Teokrasi bagi Israel. Akan tetapi, Saul telah berulang kali gagal untuk taat, demi kesombongan dan pemberontakannya di hadapan Tuhan. Dan sekarang Tuhan menuntut pertanggungan jawab atas Saul atas panggilannya tersebut melalui Samuel. Ini merupakan hal yang sangat mengerikan dan perlu kita pikirkan baik-baik. Ketika pada saatnya kelak Kristus meminta pertanggungan jawab kepada kita atas panggilan-Nya, “bukankah Aku telah memilih engkau untuk pekerjaan ini dan itu?” apakah yang akan menjadi jawab kita? Kita perlu merenungkan hal ini! Jadi, apa yang harus kita lakukan? Mengaku dosa dan Meninggalkannya. Tentu kita sebagai manusia tidak sempurna dan kitapun pernah melakukan hal yang sama atau mungkin lebih jahat dari Saul. Kita tidak boleh menganggap diri lebih baik dari Saul. Mungkin di masa lalu kita pernah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati dan panggilan Tuhan dan juga di waktu-waktu ke depan kita akan melakukan banyak ketidaktaatan, tetapi milikilah hati yang mau bertobat. Inilah perbedaan antara Saul dengan Daud. Dua-duanya adalah orang pilihan Tuhan, dua-duanya adalah raja terhormat, dan dua-duanya sama-sama berbuat dosa yang besar, tetapi keduanya berbeda soal hati yang mau bertobat kepada Tuhan. Ketika Saul ditegur Samuel, ia masih berdalih 2x 15,20 dan tidak langsung mengaku salah. Berbeda dengan Daud, ketika ia berdosa dan ditegur oleh nabi Natan, ia bertobat kepada Tuhan dan tidak membela diri 2 Sam. 1213. Tinggalkanlah dosa kita sepenuhnya! Joseph Exell mengatakan Amalek dapat diibaratkan sebagai dosa yang dibenci oleh Tuhan atau menjadi musuh Tuhan, tetapi Saul tidak menghabisi semuanya, malah menyisakannya. “We have here also a melancholy example of sparing sins and evils that should be slain, sheltering and harbouring them under false pretences, by unworthy pleas and excuses. The mark of a true man and Christian to allow no known sin, least of all favourite, profitable, accustomed, pleasant sins.” [5] Apakah kita sudah meninggalkan dosa yang Allah benci secara penuh? Langkah awal yang baik yang dapat kita lakukan di hadapan Tuhan adalah meminta ampun atas segala ketidaktaatan kita dan berkomitmen untuk sepenuh hati taat kepada-Nya. Spiritualitas, bukan hanya Religiusitas Setelah kita bertobat dan memperbarui komitmen kita untuk taat akan panggilan-Nya, mari jalani spiritualitas Kristen yang baik, bukan hanya sekedar ritual keagamaan. Saul memberi alasan untuk mempersembahkan korbanlah ia membiarkan ternak-ternak Amalek hidup. Persembahan korban merupakan ritual yang baik, tetapi Tuhan tidak melihat persembahan itu jika hati orang yang mempersembahkannya tidak berpaut kepada-Nya. Menurut saya, Samuel juga menjadi kontras terhadap perilaku Saul. Samuel senantiasa taat akan panggilan dan perintah Tuhan. Ia dengan sepenuh hati menyampaikan dan menjalankan pesan Allah. Ia tidak takut ketika menegur Saul yang adalah raja dan Samuel mengerti benar bahwa yang diingini Allah adalah telinga yang mendengar dan hati yang taat ay. 22. Inilah spiritualitas yang baik, yaitu mengikuti kemauan Ia yang memanggil kita. Kita seringkali terjebak dengan religiusitas yang kosong, terjebak dengan rutinitas tanpa isi dan tanpa kesungguhan hati. Kesibukan pelayanan dan pekerjaan membuat kita mengurangi waktu untuk dengar-dengaran kepada suara-Nya. Kita pikir semakin banyak melayani, semakin berkenan di hadapan Tuhan. Alkitab dibaca hanya sebagai kewajiban setiap minggunya, bukan sebagai pesan-Nya yang “merampas” hidup kita. Dan ketika kita tidak taat, maka dosa itu sama dengan dosa bertenung dan penyembahan berhala ay. 23, karena memang jika tidak taat kepada-Nya, siapa lagi yang menjadi Allah kita? Mungkin juga inilah yang dimaksud Paulus ketika menasehati kita untuk mempersembahan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan, karena itulah ibadah yang sejati Rm. 121. Penyangkalan diri dan ketaatan itu sulit, maka itulah waktu ketika kita “menyembelih” dan mempersembahkan tubuh kita kepada-Nya. Tanpa spiritualitas yang baik, sebenarnya kegiatan religius kita bukanlah untuk Tuhan yang sejati, tetapi kepada allah lain atau mungkin diri kita sendiri yang kita anggap sebagai “Allah”. Kesimpulan Kita telah belajar dari Saul bahwa ketidaktaatan membawa akibat yang begitu serius, hati Tuhan dipertaruhkan. Ia berduka atas kebebalan kita dan Ia juga menuntut pertanggungjawaban dari kita terhadap panggilan-Nya yang telah Ia anugerahkan kepada kita. Ingatlah, panggilan-Nya benar-benar berharga dan mulia. Kita dipanggil untuk pekerjaan-Nya yang besar dan mulia, sama seperti Saul dipilih Tuhan untuk memimpin Israel, umat pilihan. Kiranya Roh Kudus menolong kita agar kita dapat bergumul meningkatkan spiritualitas yang baik, hati yang mau bertobat dan taat akan setiap perintah-Nya. [1] Matthew Henry, Matthew Henry’s Whole Bible Commentary, 1706. [2] Robert Jamieson, Fausset, and Brown, Commentary Critical and Explanatory on the Whole Bible, 1871. [3] Lasor & Hubbard, Pengantar Perjanjian Lama, trans. Werner Tan dkk Jakarta BPK Gunung Mulia, 2019, 340. [4] Matthew Henry, Matthew Henry’s Whole Bible Commentary, 1706. [5] Joseph S. Exell, The Biblical Illustrator, 1849.
ኖժևድеሉθле узисик իзеглωΑс иኗሠрса ታжαбեкεΟжещаሯኅք пሒроվዲФоկоթи ևφи
Оша огեметΥዶυн թէጩխхωср удօмЧ еглУηኾслεቿ чиβω
Епሱщ щուшሷпруጧ ձАλեвсሓ մዊснул ωጹոзιዎθсрЕ трукрυդоՕ кաху прι
ኀነцገтрու խмах арθкрюΒарυшоզυφቁ еск арСноζθлухр ሢ бሒмιдазሪеνοጶеμ ιձацո ухо
ኬпанደйጋսቯκ իւиኄэфօбУдըδиյаኼ դοчаղከφታз ኘբупፃሰу лէጥիኆθքаАጆα հօջըтваξ աпагι
DalamMadarij as-Salikin, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menyebut beberapa ciri-ciri wali Allah. Yang pertama, wali Allah adalah orang yang sangat dekat dengan kaum fakir miskin. Orang seperti itu jika berbuat dosa maka akan diampuni oleh Allah SWT. Ini seperti terjadi pada seorang Yahudi ketika akan dihukum mati oleh karena golongannya berkhianat Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Ketaatan menurut Kitab Daniel Aldorio Flavius Lele Makna Ketaatan Menurut Kitab Daniel The Meaning of Obedience According to the Book of Daniel Aldorio Flavius Lele1* 1 Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray Makassar * Penulis Korespondensi aldorio1891 Received 13 04 2021/ Accepted 25 10 2021/ Published 01 12 2021 Abstrak Daniel adalah salah satu tokoh Alkitab yang dikenal karena konsistensinya dalam menaati perintah Tuhan. Salah satunya adalah dengan tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja Nebukadnezar Dan. 18. Ketaatan Daniel ditunjukkan melalui ketetapan hatinya kepada Tuhan yang tidak berubah sekalipun situasi dan kondisi berubah begitu drastis. Menariknya, kata Ibrani syama yang diterjemahkan “taat” dalam kitab Daniel hanya muncul sekali dalam keseluruhan kitab ini Dan. 96. Meskipun demikian, sebagian besar hikayat dalam kitab Daniel memuat tema tentang ketaatan yang begitu nyaring. Hal ini nampak dalam setiap tindakan para tokoh yang mengasihi Allah secara khusus Daniel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membawa pembaca memahami dan mendalami konsep ketaatan dari sudut pandang kitab Daniel melalui pendekatan hermeneutik biblika. Berdasarkan hasil uraian dan analisis penulis tentang ketaatan menurut kitab Daniel, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut ketaatan menurut kitab Daniel didasarkan pada pengenalan yang benar akan TUHAN, pengakuan iman dan penyangkalan diri. Dengan demikian, maka ketaatan berarti mendengarkan apa yang TUHAN katakan; menjauhi apa yang Ia larang serta melakukan dengan setia apa yang Ia perintahkan. Jadi, ketaatan berbicara tentang sebuah relasi, yakni hubungan seseorang dengan TUHAN dan doa adalah kunci untuk memulai sebuah hubungan pribadi dengan TUHAN. Kata-kata Kunci Daniel, Ketaatan, Kitab Daniel, Makna, Relasi. Abstract Daniel is one of the biblical figures known for his consistency in terms of God's commandments. One of them is not to defile himself with the food of King Nebuchadnezzar Dan. 18. Daniel's obedience was shown by remaining steadfast to God who did not change even though the situation and conditions changed so drastically. Interestingly, the Hebrew word shama which is translated simply “obedient” in Daniel appears once in the entire book Dan. 96. Nevertheless, most of the stories in the book of Daniel contain the big theme of obedience so loud. This is seen in every action of the characters who represent God specifically Daniel. The purpose of this Vol. 2, No. 2 Desember 2021 79-96 pISSN 2722-7553; eISSN 2722-7561 Available Online at DOI Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen JITPAK, Volume 2, Nomor 2 Desember 2021 79-96 study is to understand and explore the concept of observation from the perspective of the book of Daniel through a biblical hermeneutic approach. Based on the results and the author's analysis of obedience to the book of Daniel, the conclusions obtained are as follows obedience to the book of Daniel is based on true knowledge of God, confession of faith and self-denial. Thus, obedience means paying attention to what God says; supports what he forbids and faithfully does what he commands. So, the relationship of obedience speaks of a relationship, namely a person with God and prayer is the key to starting a personal relationship with God. Keywords Daniel, Obedience, Relationship, The book of Daniel, The Meaning. PENDAHULUAN Ketaatan adalah salah satu hal yang menjadi bagian utama dalam perjalanan iman seorang Kristen kepada Tuhan. Ketaatan adalah bukti bahwa seseorang telah mengalami perubahan radikal di dalam dirinya. Bagi mereka yang mengenal Allah dan mengalami kasih Allah-Nya, ketaatan menjadi salah satu ciri perubahan tersebut. Ketaatan secara literal berarti tunduk pada kemauan atau otoritas orang lain dengan melaksanakan perintah atau instruksi dan berperilaku sesuai dengan prinsip umum atau hukum kodrat yang diberikan. Menurut Bromiley, kata ini memiliki arti yang tumpang tindih seperti yang ditunjukkan dalam berbagai terjemahan kata Ibrani dan Yunani dan juga oleh pararelisme sinonim yang sering digunakan mis. Mzm. 171; Yes. 2823; 4223; Yer. 2318; Bromiley, 2002, p. 649. Akan tetapi secara umum dapat disimpulkan bahwa konsep ini sebenarnya diterjemahkan dari Bahasa Ibrani “mendengar” Kej. 2218; Yes. 4224 yang diekspresikan sebagai “menaati” atau “mengamati” perintah Kel. 1628; 3411 dan “berjalan” di jalan Tuhan 1 Raj. 1133; Achtemeier, 1985, p. 717. Jadi ketaatan berhubungan dengan mendengarkan, mengamati dan melakukan perintah Tuhan. Dengan demikian pengenalan yang benar akan Allah, pengetahuan yang dalam tentang firman dan pengalaman yang utuh tentang kasih karunia Allah menjadi landasan atau dasar sebuah ketaatan. Jadi ketaatan selalu berkaitan dengan sejauh mana seseorang mengenal Tuhan. Dengan kata lain, ketaatan tanpa pemahaman, pengetahuan dan pengalaman hanyalah sebuah ketaatan yang berpusat pada diri sendiri. Ketaatan orang percaya dalam kitab Daniel memberikan makna yang mendalam tentang ketaatan itu sendiri yang terlihat dalam setiap tindakan, perkataan, keputusan dan sikap mereka yang mengasihi Tuhan. Jika ketaatan itu tidak dilandaskan pada kasih, maka hal itu tidak pantas disebut sebagai ketaatan. Tanpa kasih, ketaatan hanya akan menjadi sebuah ajang untuk memamerkan diri sendiri. Tanpa adanya kasih, ketaatan itu identik dengan kemunafikan. Sebaliknya, jikalau ketaatan dilandasi oleh kasih, maka seseorang akan rela melangkah lebih jauh daripada tuntutan minimum. Intinya, kasih memampukan seseorang untuk Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Ketaatan menurut Kitab Daniel Aldorio Flavius Lele melangkah lebih jauh daripada yang diharapkan oleh orang lain. Dengan demikian, ketaatan seharusnya merupakan respons terhadap kasih Allah dan wujud kasih seseorang kepada-Nya. Tanpa Allah yang terlebih dahulu mengambil inisiatif untuk mengasihi, tidak mungkin seseorang mampu mengasihi Dia, apalagi menaati Dia. Bertolak dari prinsip ini, maka penelusuran terhadap konsep ketaatan berdasarkan kitab Daniel menjadi hal yang masuk akal dan dapat dijelaskan. METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan penalaran secara induktif Lumintang, 2016, p. 95 dan penerapan prinsip-prinsip dan metode hermeneutik biblika penafsiran Alkitab yang secara sederhana dapat didefinisikan sebagai metode penafsiran yang bertujuan untuk menemukan maksud yang ingin disampaikan oleh penulis Alkitab Sutanto, 2007, p. 8. Fokus pendekatan ini yang mengacu pada teks kitab Daniel, sehingga prinsip kebenaran yang ditemukan memperjelas makna dan juga memberikan kesimpulan analisis penelitian tentang konsep ketaatan menurut kitab Daniel Fisher, 1987, 113. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Makna Ketaatan Menurut Kitab Daniel Sejarah yang ada dalam Kitab Daniel secara keseluruhan memuat aspek teologis, karena menyatakan bahwa TUHAN adalah satu-satunya Tuhan atas sejarah, yang di dalamnya mengungkapkan kekuatan, kuasa dan keagungan kerajaan-Nya, serta Tuhan yang mengendalikan jalannya peristiwa dalam sejarah besar kerajaan dunia Parchem, 2018, pp. 121-44. Selain itu, hal yang paling menonjol dalam kitab ini adalah tentang tokoh bernama Daniel dengan kemampuan atau hikmatnya serta mimpinya yang lebih bermuatan tema eskatologis Putri, 2017, p. 156. Jadi dengan melihat adanya aspek teologis dan eskatologis, maka penulis memusatkan pemahaman pada tindakan Allah yang terjadi di dalam sejarah yang ada di Kitab Daniel serta berfokus pada sikap Daniel yang menjadi teladan dalam hal ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, kerangka analisis makna ketaatan dalam kitab Daniel, dimulai dengan menyoroti penggunaan kata “taat” yang ada dalam Kitab Daniel untuk menyimpulkan makna teologis yang terkandung di dalamnya. Makna Leksikal Kata “taat” secara literal yang ada dalam kitab Daniel terdapat dalam Daniel 96. Kata ini berasal dari kata kerja Ibrani     Syamanu bentuk qal perfek orang pertama jamak Kelley, 2013, p. 93 dari kata dasar  Syama yang secara harfiah berarti hear, listen to, heed, obey, dan understand Strong, 2017, “shama”. Beberapa ayat dalam Terjemahan Baru, menerjemahkan kata ini sebagai “dengar”, Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen JITPAK, Volume 2, Nomor 2 Desember 2021 79-96 “didengarkan”, dan “mendengarkan” bdk. Dan. 114, 813,16; 96,10,11,14,17,18,19; 109,12; 127,8; perbedaan yang ada disesuaikan dengan bentuk kata kerja yang digunakan serta konteks. Dalam beberapa kasus, kata syama tidak berarti hanya mendengar apa yang dikatakan, tetapi juga menyetujui maksud dan tujuan yang dikatakan. Karena itu, ketika kata ini merujuk pada otoritas tertinggi sebagai objek, maka kata syama dapat berarti taat atau patuh terhadap otoritas tersebut Strong, 2017, “shama”. Di dalam teks Daniel 96, frasa “taat” yang digunakan didahului oleh kata     Bibleworks 10, “welo” yang terdiri dari dua suku kata yaitu ְ ו we yang merupakan awalan penghubung particle conjunction yang berarti “dan, tetapi, maka, lalu” Baker, Siahaan dan Sitompul, 2015, p. 61 dan kata אֹל lo yang merupakan kata deklarasi tindakan negatif particle negative yang berarti “tidak” atau “bukan” Baker, Siahaan dan Sitompul, 2015, p. 39. Dengan adanya penghubung serta unsur negatif di awal kalimat, maka, ketaatan yang dimaksud pada bagian ini adalah bentuk negatif atau lawan kata atau kebalikan dari maksud positif kata “taat” yakni ketidaktaatan. Frasa “tidak taat” dalam ayat ini merupakan salah satu ungkapan yang diucapkan oleh Daniel dalam doanya kepada TUHAN sebagai sebuah pengakuan untuk memohon pengampunan dan belas kasihan TUHAN atas dosa dan kesalahan dirinya dan bangsanya. Pengakuan tersebut antara lain perbuatan dosa dan salah, berlaku fasik dan telah memberontak, menyimpang dari perintah dan peraturan TUHAN ay. 5, serta ketidaktaatan yang ditunjukkan melalui sikap tidak mau mendengar suara TUHAN yang telah disampaikan oleh para nabi ay. 6. Bahkan 4 kali Daniel mengakui bahwa umat-Nya telah berbuat dosa Dan. 95,8,11,15. Dosa mereka adalah dosa pemberontakan ay. 9 melawan Allah dan karena berpaling ay. 11 dari Firman Allah hukum-hukum-Nya; lih. ay. 10-11 yang mereka ketahui Walvoord dan Zuck, 1985, p. 1360. Mereka yang termasuk dalam pemberontakan ini adalah raja-raja Israel, para pemimpin-pemimpin Israel, bapa-bapa Israel dan segenap rakyat negeri termasuk kaum Yehuda dan Daniel lih. Dan. 95-19. Dengan demikian bentuk perfek pada kata kerja Syamanu dan bentuk kata welo yang mendahului, memberikan pengertian sekaligus penekanan bahwa tindakan Daniel dan bangsa Israel pada waktu lampau sesungguhnya telah menyatakan penolakan terhadap firman Tuhan Kelley, 2013, p. 96. Dengan kata lain, pemberontakan melawan Allah. Sekalipun mereka memiliki tulisan-tulisan Musa, mukjizat-mukjizat Keluaran, kemenangan-kemenangan dari penaklukan dan penggenapan dari janji akan tanah kepada Abraham, tetapi mereka tidak menjadi setia lih. II Raj. 1713-15; Yer. 444,5,21; Hos. 112; Utley, 2005, p. 108. Penolakan tersebut ditegaskan dengan sikap tidak setia untuk menaati, mendengarkan, dan memperhatikan perkataan Tuhan yang berakibat penderitaan di bawah pemerintahan Babel. Oleh karena itu, arti ketaatan dalam bagian ini merupakan kebalikan dari tindakan taat terhadap perintah Tuhan. Sehingga, berdasarkan pemahaman dari Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Ketaatan menurut Kitab Daniel Aldorio Flavius Lele Daniel 96, makna ketaatan yang seharusnya adalah melakukan hal yang benar tidak berbuat dosa dan salah, berlaku baik, menurut, tidak menyimpang dari aturan dan perintah, mendengarkan perintah TUHAN dan melaksanakannya. Aspek Ketaatan Menurut Kitab Daniel Berawal dari pemahaman terhadap penggunaan kata “taat” dalam Daniel 96, penulis menemukan ada beberapa aspek yang mendasari nilai sebuah ketaatan dalam kitab Daniel. Pengenalan akan Allah Pengenalan Daniel akan siapa Allah terlihat dalam penyebutan-penyebutan nama Allah yang digunakan dalam doanya. Daniel menyebut Allah dengan menggunakan beberapa sebutan, di antaranya 1 “TUHAN” ay. 2,8,10,13,14. Ini adalah pertama kalinya nama TUHAN, yakni   Yahweh disebutkan dalam Kitab Daniel Bibleworks 10, “Yahweh”. Dalam doanya di pasal 91-19, Daniel menyebut Allah dengan nama Yahweh sebanyak enam kali Daniel 92,8,10,13,14 dua kali. Ketika Daniel menggunakan kata Yahweh untuk memanggil Allah, maka hal ini menyatakan penyebutan Allah yang khusus bagi bangsa Israel, yang bersifat kasih dan setia sekaligus menyatakan hubungan dan pengenalan Daniel yang begitu intim dengan TUHAN Newel, 2000, p. 243. Berdasarkan penyebutan nama TUHAN ini, maka dapat disimpulkan bahwa Ketaatan Daniel kepada TUHAN dilandasi oleh pengenalan dan hubungan pribadi Daniel dengan TUHAN. 2 Tuhan Allah ay. 3. Kata Adonay yang digunakan dalam ayat ini berarti my Great Lord Tuanku yang besar. Sebutan ini adalah sebuah gelar kehormatan yang digunakan untuk menyebut atasan social Achteimeir, 1985, p. 686. Selain itu, sebutan ini merupakan sebutan yang diucapkan menggantikan Yahweh dalam tampilan penghormatan orang Yahudi terhadap nama TUHAN Strong, 2017, “adonay”. Jadi dengan menyebut Adonay, Daniel menunjukkan sikap hormat yang tinggi terhadap nama TUHAN. Sedangkan, kata elohim merupakan sebutan umum yang digunakan untuk nama Tuhan dalam Perjanjian Lama Achteimeir, 1985, p. 686. Frasa ini menyatakan kuasa dan kekuasaan TUHAN sebagai Allah atas langit dan bumi hal ini dapat dipahami ketika melihat respons Daniel yang mengarahkan mukanya kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu. Lih. Dan. 93. Jadi dengan menyebutkan nama Tuhan Allah, Daniel memproklamasikan Yahweh sebagai atasan tertinggi dan mulia atas segala ciptaan. 3 TUHAN, Allahku ay. 4. Ungkapan ini menjelaskan bahwa TUHAN, Allah adalah pribadi yang disembah oleh Daniel. Frasa ini menyatakan kepemilikan. Dengan maksud, secara pribadi, Daniel mengakui bahwa TUHAN adalah Allahnya, tempat Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen JITPAK, Volume 2, Nomor 2 Desember 2021 79-96 bersandar dan berharap untuk memohon pengampunan akan dosanya lih. Dan. 94. 4 Ya Tuhan ay. 7,16,19. Frasa ini beserta keterangan dalam teks menyatakan Tuhan yang benar, penuh belas kasih, dan kudus ay. 7 menyebutkan bahwa Tuhan yang dipanggil oleh Daniel adalah Tuhan yang benar. Ayat 16 menyatakan Tuhan yang berbelas kasihan dan Tuhan yang murka, serta Tuhan yang kudus. Jadi Daniel memahami Tuhan sebagai Allah yang penuh dengan belas kasihan dan juga kekudusan, itulah sebabnya oleh karena dosa umat Israel, Tuhan menghukum bangsa ini dengan murka dan amarah. Ayat 19 memberikan gambaran Tuhan yang mendengar, Tuhan yang pengampun, Tuhan yang memperhatikan dan bertindak oleh karena diri-Nya sendiri. Kasih, kekudusan serta keadilan Allah nampak dalam semua sifat yang disebutkan Daniel melalui nama Allah yang digunakannya. Sehingga ungkapan “Ya Tuhan” menyatakan kebergantungan Daniel terhadap pribadi Tuhan yang benar dan berkuasa. 5 Tuhan, Allah kami ay. 9,10,13,14,15. Frasa ini menyatakan bahwa bukan hanya Daniel seorang yang dipanggil dalam hubungan khusus dengan TUHAN, melainkan semua umat Israel yang mempunyai hubungan perjanjian dengan Dia Newel, 2000, p. 243. 6 Ya, Allah kami ay. 17. Frasa ini berhubungan dengan permohonan Daniel agar TUHAN menyinari tempat kudus-Nya yang telah musnah lih. frasa “… dan sinarilah tempat kudus-Mu yang telah musnah ini…”. Bagian ini menyatakan harapan Daniel terhadap pemulihan Yerusalem. Menariknya, Daniel tidak merincikan apa yang harus Tuhan lakukan; dia hanya meminta agar Tuhan “melihat” tempat kudus dan “melihat” kota, keduanya berada dalam kesunyian selama bertahun-tahun Walvoord dan Zuck, 1985, p. 1360. Kata selanjutnya yang digunakan ialah, “demi Tuhan sendiri”. Kata ini menyatakan dasar harapan Daniel kepada TUHAN serta tujuan Daniel memohon. Kedua motif ini berfokus pada diri Tuhan sendiri, dari Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan Dan. 617, “Oleh sebab itu, dengarkanlah, ya Allah kami, doa hamba-Mu ini dan permohonannya, dan sinarilah tempat kudus-Mu yang telah musnah ini dengan wajah-Mu, demi Tuhan sendiri”. Jadi, Daniel mendasarkan permintaannya pada belas kasihan Allah yang besar ay. 9, bukan pada kebenaran bangsa itu karena mereka tidak memilikinya. Tetapi karena Tuhan itu pengasih dan pengampun, dia berdoa, ya Tuhan, dengarkanlah! Ya Tuhan, ampunilah! Prihatin dengan reputasi Tuhan, Daniel ingin Tuhan bertindak cepat tidak menunda atas nama kota dan orang-orang yang memakai nama-Nya. Semua ini akan membawa kemuliaan bagi Allah karena itu adalah demi Dia lih. ay. 17; Walvoord dan Zuck, 1985, p. 1360. Dengan demikian penyebutan Allah kami menyatakan kepentingan Allah di dalam pemulihan bangsa Israel. 7 Ya, Allahku ay. 18. Hampir tidak ada doa lain dalam Kitab Suci yang begitu mendesak. Tuhan dipanggil untuk membebaskan umat Israel yang terbebani oleh dosa dan menderita penindasan tanpa ampun. Allah harus bertindak tanpa Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Ketaatan menurut Kitab Daniel Aldorio Flavius Lele penundaan demi kepentingan-Nya sendiri 917,19, untuk membawa keselamatan bagi kota dan umat-Nya, yang menyandang nama Allah Lederach, 1994, p. 210. Berdasarkan semua penyebutan nama Allah dalam pasal 91-19, maka dapat dilihat bahwa Daniel memiliki pengenalan yang dalam akan siapa TUHAN yang ia sembah. Berbagai sebutan yang digunakan Daniel untuk memanggil Allah menyatakan bahwa Allah adalah sosok tertinggi dan terutama dalam segala sesuatu. Sifat-Nya, karakter-Nya, keputusan-Nya, kedaulatan-Nya, kekuasaan-Nya, serta anugerah-Nya adalah beberapa dari banyak hal yang dimiliki oleh Allah yang disebutkan di sini. Penyebutan nama TUHAN menyatakan bahwa TUHAN adalah Pencipta, Pemilik, dan Pemelihara atas segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun atau oknum mana pun termasuk kesulitan, kesengsaraan, penindasan bahkan pemerintahan baru yang memiliki otoritas lebih tinggi atau lebih besar dari TUHAN. Harapan Daniel terpancar melalui semua sebutan ini, sehingga melalui penyebutan nama Tuhan yang dipakai oleh Daniel dalam doanya ada beberapa hal penting yang dinyatakan 1 Daniel menyatakan siapa TUHAN yang ia sembah; 2 Daniel menyatakan sejauh mana pengenalannya akan TUHAN; 3 Daniel menyatakan seberapa besar keyakinannya kepada TUHAN. 4 Daniel menyatakan apa yang menjadi dasar ketaatannya kepada TUHAN. Pengakuan Akan Allah Pengakuan Daniel akan Allah ditunjukkan melalui penyebutan sifat-sifat Allah yang menyertai penyebutan nama TUHAN dalam pasal 91-19. Adapun sifat-sifat itu antara lain 1 Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat ay. 4 2 Tuhan, Allah yang memegang perjanjian dan kasih setia ay. 4 3 Ya Tuhan, Engkaulah yang benar ay. 7 4 Ya Tuhan, Allah, ada kesayangan dan keampunan ay. 9 5 TUHAN, Allah, yang menyuruh hidup menurut hukum yang telah diberikan-Nya. ay. 10. 6 TUHAN, Allah, adalah adil dalam segala perbuatan yang dilakukan-Nya ay. 14 7 Tuhan, Allah yang telah membawa umat-Nya keluar dari tanah Mesir dengan tangan yang kuat dan memasyurkan nama-Nya ay. 15 Selain itu, dalam ayat-ayat yang lain Daniel juga menyatakan bahwa Allah adalah Allah Semesta langit 218; Allah yang daripada-Nyalah hikmat dan kekuatan 220; Allah yang mengubah saat dan waktu, memecat raja dan mengangkat raja, memberi hikmat kepada orang yang bijaksana, memberi pengetahuan kepada orang yang berpengertian 221; Allah yang menyingkapkan hal-hal yang tidak terduga, dan yang tersembunyi, Allah yang tahu apa yang ada di dalam gelap, terang ada pada-Nya sumber terang; 222, Allah yang layak menerima segala pujian dan kemuliaan 223; Allah yang ada di Sorga, yang menyingkapkan rahasia-rahasia yang Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen JITPAK, Volume 2, Nomor 2 Desember 2021 79-96 memberikan mimpi kepada raja dan memberitahukan arti mimpi kepada Daniel 228, Allah semesta langit yang memiliki kerajaan, kekuasaan, kekuatan dan kemuliaan, dan yang telah menjadikan anak-anak manusia, menciptakan binatang-binatang di padang dan burung-burung di udara, dan yang berkuasa atas semuanya itu 237-38. Allah semesta langit 244; Allah yang Maha Besar 245; Allah, Yang Maha tinggi, berkuasa atas kerajaan manusia dan mengangkat siapa yang dikehendaki-Nya untuk kedudukan itu 521. Allah yang berkuasa di sorga; Allah, yang menggenggam nafas dan menentukan segala jalan raja 523; Allah yang telah mengutus malaikat-Nya 623; Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia 94; Tuhan, Allah yang penyayang dan pengampun 99; TUHAN, Allah yang adil dalam segala perbuatan yang dilakukan-Nya 914; Tuhan, Allah yang telah membawa umat-Nya keluar dari tanah Mesir dengan tangan yang kuat dan memasyhurkan nama-Nya 915; Allah yang Kudus 917; Allah yang berlimpah kasih sayang 918. Pengakuan akan Allah bukan saja keluar dari mulut Daniel, tetapi juga dari beberapa tokoh utama yang ada dalam kitab ini. 1 Pengakuan Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, “Allah yang sanggup melepaskan dari perapian yang menyala-nyala dan dari tangan raja” 317 2 Pengakuan Nebukadnezar, “Allah yang mengatasi segala allah dan Yang berkuasa atas segala raja, dan Yang menyingkapkan rahasia-rahasia, sebab engkau telah dapat menyingkapkan rahasia itu.” 247; Allah yang Maha Tinggi 326; Allah yang terpuji 328; tidak ada allah lain yang dapat melepaskan seperti Allah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego 329; Allah yang Maha Tinggi yang melakukan tanda-tanda dan Mujizat 42. Pengakuan Nebukadnezar mendukung teologi yang sesuai mengingat konteks sastra Daniel yang lebih luas. Pemahaman Raja tentang TUHAN telah dikonversi ke persepsi Daniel tentang Tuhan Rindge, 2010, p. 85. 3 Pengakuan Raja Darius, Allah yang harus ditakuti oleh seluruh kerajaan; Allah yang hidup, yang kekal untuk selama-lamanya; pemerintahan-Nya tidak akan binasa dan kekuasaan-Nya tidak akan berakhir. Allah yang melepaskan dan menolong, dan mengadakan tanda dan mujizat di langit dan di bumi, Allah yang telah melepaskan Daniel dari cengkraman singa-singa 627-28. Hal yang menarik dari pengakuan dua raja di atas ialah bahwa mereka tidak menggunakan nama khusus Allah Yahweh dan juga oleh Daniel ketika berbicara kepada mereka. Hal ini menunjukkan bahwa nama “Yahweh” tidak dipakai oleh orang bangsa kafir yang bukan umat-Nya Newel, 2000, p. 244. 4 Pernyataan Malaikat, “Allah yang mengatasi segala allah” 1136. Jadi, melalui pengakuan beberapa tokoh mengenai siapa Allah, sesungguhnya menyatakan betapa pentingnya pengakuan akan Allah. Penulis mengambil dasar dari pernyataan malaikat kepada Daniel sebagai kesimpulan dari bagian ini bahwa, “umat yang mengenal Allahnya akan tetap kuat dan akan bertindak” 1132. Pengakuan Daniel, Hananya, Misael, Azarya tentang siapa Allah telah memberikan pengaruh Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Ketaatan menurut Kitab Daniel Aldorio Flavius Lele yang sangat besar kepada seluruh kerajaan Babel sehingga para raja dan seluruh masyarakat akhirnya mengenal dan mengakui kebesaran Allah. Pengakuan akan siapa Allah menjadi dasar mereka untuk tetap kuat dalam imannya dan memampukan mereka untuk bertindak dalam ketaatan. Sekalipun para raja mengenal Allah tidak secara pribadi, akan tetapi pengakuan mereka memberikan petunjuk bahwa Tuhan juga menyatakan diri-Nya kepada mereka yang bukan umat-Nya. Sekalipun pemahaman mereka sangat terbatas, mereka memberikan pengakuan yang benar tentang Allah. Dengan demikian, Allah dapat memakai ketaatan hamba-hamba-Nya untuk memperkenalkan diri-Nya kepada orang lain. Karena itu ketaatan dalam pengakuan yang benar memberikan kesaksian yang kuat. Pengenalan akan Diri Sendiri Pengenalan akan diri sendiri berpengaruh dalam proses ketaatan, karena melaluinya seseorang disadarkan tentang apa yang harus ia lakukan. Daniel menyadari hal ini sehingga di dalam doanya, ia menyebutkan bahwa 1 Daniel sadar bahwa dirinya termasuk bangsanya adalah orang berdosa yang telah melakukan dosa dan berlaku fasik dan telah memberontak, serta telah menyimpang dari perintah dan peraturan TUHAN, dan juga tidak taat ay. 4-6. 2 Daniel sadar bahwa Pembuangan di Babel terjadi karena bangsanya berlaku murtad, berdosa, memberontak, tidak mendengarkan suara TUHAN, telah melanggar hukum dan menyimpang sehingga Daniel menegaskan sudah sepatutnya mereka malu di hadapan TUHAN ay. 7-8. 3 Pada akhirnya, Daniel merasa tidak layak memohon kepada TUHAN, tetapi karena ia mengenal siapa TUHAN serta mengingat janji yang pernah TUHAN adakan dengan nenek moyangnya, maka dengan penuh kerendahan hati dan keberanian, Daniel mengatakan, “Ya Allahku, arahkanlah telinga-Mu dan dengarlah, bukalah mata-Mu dan lihatlah kebinasaan kami dan kota yang disebut dengan nama-Mu, sebab kami menyampaikan doa permohonan kami ke hadapan-Mu bukan berdasarkan jasa-jasa kami, tetapi berdasarkan kasih sayang-Mu yang berlimpah-limpah. Ya Tuhan, dengarlah! Ya, Tuhan, ampunilah! Ya Tuhan, perhatikanlah dan bertindaklah dengan tidak bertangguh, oleh karena Engkau sendiri, Allahku, sebab kota-Mu dan umat-Mu disebut dengan nama-Mu!” ay. 18-19. Pengenalan akan diri Daniel menyatakan tiga hal yang penting. Pertama, ia menyadari statusnya sebagai orang bedosa; kedua, ia menyadari dirinya sebagai pelaku dosa; ketiga, ia menyadari ketidaklayakkannya untuk memohon kepada TUHAN. Jadi, dalam bagian ini pengenalan diri yang benar membawa Daniel menyadari siapa dirinya di hadapan TUHAN. Pengenalan ini berdasarkan pengenalan dan pengakuannya akan siapa TUHAN. Dengan maksud, pengenalan dan pengakuan yang benar tentang TUHAN menunjukkan identitas diri yang sebenarnya di hadapan TUHAN. Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen JITPAK, Volume 2, Nomor 2 Desember 2021 79-96 Doa Daniel menunjukkan penundukkan dirinya serta harapannya kepada TUHAN karena ia mengenal siapa TUHAN. Ketaatannya kepada TUHAN dilandasi oleh kesadarannya akan siapa dirinya di hadapan TUHAN. Sehingga motivasi Daniel menaati TUHAN bukan berdasarkan siapa dirinya atau kemampuan apa yang dimilikinya, melainkan ia mendasarkan pengharapannya kepada TUHAN berdasarkan siapa TUHAN yang ia kenal dan pengakuannya terhadap apa yang mampu TUHAN lakukan. Konsepsi Ketaatan Dalam Kitab Daniel Ketaatan berarti mendengarkan suara dan perintah orang yang didengarkan kesimpulan ini berdasarkan makna ketaatan yang telah penulis bahas sebelumnya pada bagian makna dari pengertian welo syamanu. Ketaatan sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek yakni siapakah orang yang didengar, pengakuan pribadi terhadap oknum yang didengar serta pengenalan diri yang berujung kepada kesadaran diri di hadapan oknum tersebut tiga bagian ini berdasarkan pembagian aspek ketaatan yang dijelaskan sebelumnya. Jadi, berdasarkan konsep di atas, ketaatan dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yakni ketaatan kepada Allah Israel sebagai pemegang kekuasaan tertinggi; dan ketaatan kepada Raja Babel sebagai pemegang kekuasaan tertinggi ketika ketaatan berkaitan dengan tindakan, maka oknum pemegang otoritas tertinggi menjadi objek dari tindakan tersebut. Sehingga berdasarkan otoritas tertinggi dalam kitab Daniel, penulis menemukan ada dua otoritas yang dihormati. Alkitab mencatat, ketaatan kepada Allah Israel Yahweh ditunjukkan melalui sikap dan tindakan yang hanya dilakukan oleh empat orang Yahudi ketika berada dalam pembuangan yaitu; Daniel, Hananya, Misael, dan Azarya yang diubah nama mereka oleh pemimpin pegawai istana Raja Babel menjadi Beltsazar Daniel, Sadrakh Hananya, Mesakh Misael, dan Abednego Azarya; Dan. 17. Selain daripada mereka itu, semuanya tunduk dan taat kepada raja Babel. Melihat dari respons masing-masing tokoh, penulis menarik kesimpulan bahwa ketaatan seseorang kepada oknum yang berkuasa tergantung dari seberapa “takut”-nya mereka terhadap oknum yang memberikan perintah. Kata “takut” dipakai sebanyak enam kali dalam kitab Daniel 110; 519; 627; 107; 12; 19, namun jika melihat bahasa aslinya, kata “takut” diterjemahkan dari beberapa kata yang berbeda dalam bahasa Ibrani sehingga memiliki pengertian yang berbeda sesuai dengan konteks dalam teks tersebut. Dalam Daniel 110, kata “takut” yang digunakan berasal dari kata  yare’ yang berarti fearing, reverent, afraid takut, hormat; Bibleworks 10, “yare” yang jika diartikan berdasarkan konteks adalah bahwa pemimpin pegawai istana raja itu “sangat takut” terhadap ketetapan Raja perihal makanan dan minuman yang telah ditentukan bagi orang-orang cakap yang dipilih untuk dididik agar kelak bekerja untuk raja termasuk Daniel, Hananya, Misael dan Azarya. Di satu sisi, ketakutannya itu dikarenakan kekuatirannya terhadap kondisi kesehatan mereka yang menolak Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Ketaatan menurut Kitab Daniel Aldorio Flavius Lele menyantap santapan raja. Jadi sebenarnya pegawai istana “takut dianggap bersalah oleh raja” karena tidak melaksanakan perintahnya. Selanjutnya, kata “takut” dalam Daniel 519 berasal dari kata,  dekhal yang berarti to fear takut yang disebabkan oleh sesuatu Bibleworks 10, “dekhal”. Berdasarkan konteks, ketakutan dalam ayat ini disebabkan oleh Allah. Allah Yang Maha Tinggi memberikan kekuasaan sebagai raja kepada Belsyazar dan kebesaran, kemuliaan dan keluhuran kepada Nebukadnezar, dan karena kebesaran yang telah diberikan-Nya itu, maka orang-orang dari segala bangsa, suku dan bahasa akan takut dan gentar kepada raja-raja itu. Jadi, takut kepada raja karena kebesarannya sebenarnya disebabkan oleh tindakan Allah Yang Maha Tinggi yang telah memberikan kebesaran itu kepada mereka. Kata yang sama seperti Daniel 519 juga dipakai dalam Daniel 627, dengan konteks yang berbeda. Pada konteks ini kata “takut” diserukan oleh Raja Darius raja ke-3 pada masa pembuangan Daniel ke Babel kepada seluruh orang-orang dari segala bangsa, suku dan bahasa yang mendiami seluruh bumi dan perintah kepada seluruh kerajaan yang ia kuasai agar takut dan gentar kepada Allahnya Daniel, sebab Dialah Allah yang hidup, yang kekal untuk selama-lamanya; pemerintahan-Nya tidak akan binasa dan kekuasaan-Nya tidak akan berakhir. Dia melepaskan dan menolong, dan mengadakan tanda dan mujizat di langit dan di bumi, Dia yang telah melepaskan Daniel dari cengkeraman singa-singa lih. Dan. 5. Berdasarkan perbandingan makna “takut” di dalam Daniel 110; 519 dan 627, Allah sebenarnya ingin menunjukkan dan membuktikan siapa sebenarnya sosok yang layak “ditakuti” dan hal ini ditegaskan melalui ketaatan orang-orang yang percaya kepada-Nya. Jadi, ketaatan seseorang kepada Allah menunjukkan kebesaran Allah Yang Maha Tinggi yang memiliki kedudukan tertinggi daripada segala kedudukan yang ada. Sehingga, sudah selayaknya penghormatan tertinggi diberikan kepada Yang Empunya Kedudukan Tertinggi. Dalam Daniel 107; 12; 19, ketaatan Daniel ditunjukkan melalui ketekunan dalam doa. Dalam ketekunan doa yang dilakukan oleh Daniel, TUHAN memberikan suatu penglihatan yang mengakibatkan 1 Orang-orang yang ada bersama-sama dengan Daniel ditimpa ketakutan besar, sehingga mereka lari bersembunyi. Dalam hal ini hanya Daniel saja yang melihat penglihatan tersebut; 2 Daniel juga mengalami ketakutan akibat penglihatan yang dialaminya. Ketakutan Daniel digambarkan dalam ayat 8-11 dan 15 hilang kekuatannya, menjadi pucat, tidak ada lagi kekuatan padanya, Daniel jatuh pingsan tertelungkup dengan mukanya ke tanah, bangun sambil bertumpu pada lutut tangannya serta berdiri dengan gemetar, Daniel menundukkan muka ke tanah dan terkelu terdiam/tidak dapat berkata-kata dengan mendadak karena sangat terkejut sangat ketakutan; lih. Dan. 107,12,19. Kata “takut” dari frasa ketakutan yang digunakan dalam Daniel 107 berasal dari kata     kharadah yang berarti takut, gelisah, gemetar, menggigil atau bergetar Bibleworks 10, “kharadah”. Hal ini menggambarkan bukan ketakutan dalam arti menghormati, atau hormat melainkan ketakutan karena adanya objek yang Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen JITPAK, Volume 2, Nomor 2 Desember 2021 79-96 memberikan dampak psikologis yang besar bagi subjek yang mengalami hal tersebut pemahaman ini berdasarkan konteks narasi Dan. 107. Dengan kata lain, adanya perasaan takut, gelisah, gemetar menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana, sehingga tidak dapat berbuat sesuatu untuk menghadapinya, selain melarikan diri untuk bersembunyi Dan. 107 menegaskan bahwa hanya Daniel yang melihat penglihatan itu, tetapi orang-orang yang bersama-sama dengan Daniel, tidak melihatnya; sebaliknya mereka ditimpa oleh ketakutan yang besar, sehingga mereka lari bersembunyi. Sedangkan kata “takut” yang digunakan di dalam Daniel 1012; 19, menggunakan kata yang sama dengan 110 yaitu    yare’ yang berarti fearing, reverent, afraid takut, hormat; Bibleworks 10, “yare”. Jika melihat kisah dalam Daniel 10, kata “takut” menunjuk pada apa yang dialami oleh Daniel dan orang-orang yang bersamanya waktu itu sehingga pada ayat 19 malaikat menggunakan kata yang sama untuk memberitahu agar tidak takut. Sekalipun Daniel juga merasakan ketakutan yang sama, namun sikap Daniel dan orang-orang yang bersamanya berbeda. Daniel melihat penglihatan itu tetapi orang-orang itu tidak; Mereka ditimpa oleh ketakutan yang besar, sedangkan Daniel tidak; mereka lari bersembunyi, Daniel tinggal seorang diri. Bahkan dalam kesendiriannya di tengah-tengah perasaan itu, Daniel kehilangan kekuatannya, ia menjadi pucat sama sekali, bahkan ditekankan kembali tidak ada lagi kekuatan padanya. Ada beberapa kemungkinan mengapa Daniel mengalami hal yang demikian 1 Ia merasa dirinya adalah orang berdosa sehingga tidak layak berdiri di hadapan kemuliaan Allah; 2 Daniel berhadapan dengan satu tugas yang dirasakannya sedemikian mengerikan, tetapi sekaligus mulia yang tidak dapat ditolaknya Wallace, 2010, p. 256. Dari bagian ini, penulis melihat bahwa respons setiap orang terhadap rasa takut itu berbeda-beda. Ada yang takut kemudian melarikan diri, namun ada juga yang ketakutan namun tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam ketakutannya, Daniel dikuatkan oleh malaikat TUHAN yang mendatanginya dan berkata sebanyak dua kali untuk, “jangan takut, Daniel…” ay. 12a dan 19a. Ini adalah sebuah pernyataan yang mengungkapkan bahwa di dalam ketakutan hamba-Nya, Tuhan senantiasa menghibur, menguatkan, bahkan memberi keberanian di dalam hati umat-Nya. Kata itu merupakan kata-kata yang sangat menghibur para pekerja di ladang TUHAN Jaffray, 2008, p. 173,178. Daniel merasa takut dan berpikir mustahil untuk pekerjaan yang diberikan kepada-Nya dengan melihat segala keterbatasan yang dimilikinya, namun perkataan itu di satu sisi menimbulkan kekuatan dan keteguhan hati karena TUHAN-lah yang memberikannya. Jadi, pengenalan akan siapa yang “ditakuti” memberikan dampak besar kepada ketaatan seseorang. Rasa takut tanpa pengenalan dan pengakuan yang benar akan Tuhan akan membawa seseorang untuk menyelamatkan diri, sedangkan pengenalan yang benar dan pengakuan yang benar akan Tuhan serta pengenalan yang benar Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Ketaatan menurut Kitab Daniel Aldorio Flavius Lele akan diri sendiri akan membawa seseorang untuk melihat kepada TUHAN. Hal inilah yang menjadi orientasi dan motivasi seseorang untuk menaati TUHAN. Dengan kata lain, ketaatan terhadap seseorang didasarkan kepada seberapa jauh pengenalan dan pengakuan orang tersebut terhadap oknum yang ditaati dan juga disertai oleh pengenalan yang benar akan diri sendiri. Jadi, pengenalan dan pengakuan akan siapa TUHAN serta pengenalan yang benar akan diri sendiri mendahului rasa takut; dan rasa takut mendahului ketaatan dan ketaatan menyatakan kemuliaan TUHAN. Rasa takut yang salah cenderung membawa seseorang untuk kembali kepada dirinya sendiri, sedangkan rasa takut yang benar cenderung membawa seseorang kembali kepada Allah. Implementasi Rohani Ketaatan Menurut Kitab Daniel Pengenalan akan TUHAN menjadi kunci utama ketaatan Daniel dan teman-temannya. Ketaatan tersebut diwujudkan melalui ketetapan hati mereka untuk memilih mendengarkan suara TUHAN dari pada suara penguasa pada waktu itu. Penulis mencatat ada beberapa poin penting makna ketaatan menurut kitab Daniel. Ketaatan Berarti Menetapkan Hati Untuk Hidup Dalam Kekudusan Dan. 18 Dalam pasal 1 teks mencatat bahwa ketetapan hati diawali dan dilakukan oleh Daniel ay. 8. Ketetapan hati Daniel ini dijelaskan melalui sebuah keterangan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja. Kata “menetapkan hati” yang digunakan dalam ayat ini berasal dari kata  sum atau   sim yang memiliki arti to put menaruh, place menempatkan, set setelan, appoint menentukan/menetapkan; Bibleworks 10, “sum”. Dalam beberapa terjemahan kata tersebut diterjemahkan sebagai bertekad BIS; made up his mind meneguhkan pikirannya/pendiriannya; NET; resolved not to ketetapan hati; NIV; purposed in his heart maksud dalam hati-secara sengaja; ASV; determined menentukan; CSB; sudah bertekad FAYH; sudah berniat TL; tidak mau VMD; dalam hatinya berketetapan AYT. Ketika Daniel menetapkan hatinya hal itu berarti ia mempunyai kepastian, ketentuan, keteguhan, tekad, serta kebulatan hati untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja. Menurut Bob Utley, ada dua kemungkinan mengapa Daniel tidak mau menajiskan dirinya dengan makanan dan minuman raja 1 karena makanan telah dipersembahkan kepada berhala Babilonia atau 2 karena kekangan hukum makanan Yahudi lih. Im. 11; Ul. 14; Utley, 2005, p. 14. Itulah sebabnya sangat masuk akal jika santapan dan minuman raja merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum Taurat, merupakan sebuah dosa di hadapan Allah. Bahkan ada yang menyimpulkan bahwa sebenarnya yang diperjuangkan Daniel bukanlah proyek manusia sebagaimana raja dalam adegan pada pasal 1 ini, melainkan tradisi religius Venantius, 2020, pp. 213-37. Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen JITPAK, Volume 2, Nomor 2 Desember 2021 79-96 Oleh karena itu, ketetapan hati Daniel untuk tidak menajiskan dirinya dengan dosa menggambarkan kebulatan hatinya untuk serius mempertahankan dan menjaga kekudusan hidupnya sesuai dengan tradisi religius yang berfondasi pada ketetapan hukum Taurat. Tetapi hal yang cukup mengejutkan ialah bahwa Daniel tidak keberatan untuk 1 Perubahan namanya menjadi Beltsazar, yang mencerminkan dewa kafir Utley, 2005, p. 14. Padahal nama Daniel berasal dari kata Ibrani daniyye’l, atau dani’el, yang berarti “hakimku ialah Allah” atau “Allah adalah hakimku” Nggebu, 2007, p. 158. Beltsazar berarti, “menjadi hamba Dewa Bel” atau “tentara Baal.” Ada kemungkinan Beltsazar mungkin berarti “semoga dewa Bel melindungi raja” Balchim, dkk., 1985, “Daniel” sehingga hal ini cukup mengherankan, tetapi dapat dipahami dengan melihat situasi yang ada. 2 Kajiannya akan berbagai tulisan dan hikmat Babel Utley, 2005, p. 14, tapi Daniel hanya mengekspresikan tradisi Yahudinya dalam kaitannya dengan pola makannya dan ini merupakan pengalaman lintas-budaya yang sama dengan pengalaman Yusuf dan Musa di Mesir. Hal ini memperlihatkan adanya preseden. Melalui belajar bahasa baru, mengikuti gaya hidup baru dengan perubahan pola makan, dan menerima nama baru Dan. 14-7, Daniel diperlengkapi untuk mengabdi dalam pemerintahan baru dan asing Deventer, 2017. Situasi ini menjelaskan bahwa Daniel dan orang Yahudi lainnya diperhadapkan pada situasi sulit untuk menetapkan sebuah pilihan. Daniel secara khusus diperhadapkan untuk memilih taat pada perintah raja atau tetap mengikuti perintah Allah. Pilihan ini menjadi sebuah dilema yang dihadapi oleh Daniel dengan risiko besar yang ada di hadapannya. Melalui penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa sesungguhnya Tuhan menghendaki agar umat-Nya hidup dalam kekudusan dan untuk mencapainya dibutuhkan ketaatan. Namun ketaatan dalam mengikuti perintah Tuhan memiliki resiko yang besar. Karena itu, ketetapan hati kepada Tuhan untuk tetap taat mengambil peran yang begitu besar sehingga seseorang pada akhirnya dimampukan untuk berani melangkah dengan membuat sebuah keputusan yang benar sekalipun dalam keadaan terjepit. Ketaatan berarti Tidak Menyembah Berhala Dan. 317-18 Kesulitan dan kesukaran yang Allah izinkan terjadi dan dialami oleh Sadrakh, Mesakh, dan Abednego Hananya, Misael, dan Azarya, adalah untuk menguji dan membuktikan iman mereka kepada Allah. Dalam pasal 3, mereka dibuang ke dalam perapian yang menyala-nyala karena menolak untuk menyembah berhala. Seperti penjelasan pada poin sebelumnya, hal ini dikarenakan ketetapan hati yang telah mereka buat untuk tidak menajiskan dirinya dengan dosa. Pada tahap ini tantangannya bukan pada makanan dan minuman, melainkan pada penyembahan berhala, yang jelas-jelas dilarang oleh Allah dalam perintah kedua dari sepuluh perintah Tuhan. Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Ketaatan menurut Kitab Daniel Aldorio Flavius Lele Sebelum mereka masuk ke dapur api, mereka berkata kepada Raja Nebukadnezar bahwa, “andaikata Allah tidak menyelamatkan mereka, mereka tetap menolak untuk menyembah berhalanya raja” ay. 17, artinya baik selamat maupun tidak dari perapian yang menyala-nyala, iman mereka sudah bulat untuk tidak menyembah dan memuja ilah lain selain TUHAN. Ini merupakan sebuah pernyataan iman dari mereka yang sungguh-sungguh menetapkan hatinya kepada TUHAN. Awal kalimat mereka mengatakan, “… tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini” ay. 16. Artinya sekalipun ancaman yang diberikan oleh raja begitu menggetarkan karena berisiko kepada kematian, tetapi sama sekali tidak menggoyahkan iman mereka kepada TUHAN. Ketiga orang ini memutuskan untuk taat kepada Tuhan dan menolak untuk sujud kepada berhala. Mereka tidak membuat keputusan itu karena mereka percaya bahwa Allah akan menyelamatkan mereka dari ancaman Nebukadnezar, melainkan mereka membuat keputusan itu karena mereka tahu akan menyenangkan hati TUHAN. Sebenarnya Nebukadnezar dapat memberikan akibat yang terburuk pada mereka yaitu kematian, tetapi tidak memiliki kekuatan untuk membuat mereka menyembah patungnya. Dalam hal ini, “kekuatan” tiga orang ini lebih besar dari miliknya, dan pengakuan Nebukadnezar akan hal ini memicu kemarahannya Waller, 2020, pp. 327-46. Dalam Daniel 317 mereka mengingatkan raja bahwa Allah sanggup menyelamatkan mereka bila itu kehendak-Nya, tetapi kalaupun tidak, mereka tetap tidak akan sujud ay. 18. Mungkin mereka telah mengharapkan akan mati, namun mereka tidak menuntut balasan dari ketaatan mereka. Mereka sangat percaya bahwa Tuhan sanggup ay. 17, tetapi mereka tidak sedang menjadi sombong dengan menuntut sebuah mukjizat ay. 18. Iman mereka berdasar di dalam TUHAN, bukan didasari oleh keadaan. Ketaatan berarti Mengandalkan TUHAN melalui Doa Dan. 611 Daniel dikenal sebagai seorang tokoh yang sangat menyukai dan menikmati doa. Berdasarkan teks dalam Daniel 611, diketahui bahwa Daniel adalah seorang yang sering berdoa, bahkan dikatakan, “tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya” artinya doa menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh Daniel. Di dalam Doa Daniel memuji Allah 611, memohon kepada Allah 612, mengaku dosanya dan dosa bangsanya serta menyampaikan kepada TUHAN segala permohonannya 920. Terkadang sambil berdoa ia berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu tanda kedukaan dan penyesalan. Doa adalah kebaktian yang mencakup segala sikap roh manusia dalam pendekatannya kepada Allah Douglas, dkk. ed., 1997, “Doa”. Billy Graham dalam bukunya pernah mengatakan, “Doa itu adalah untuk setiap saat dalam hidup kita, tidak hanya pada saat menderita atau bersukacita. Doa adalah benar-benar merupakan suatu tempat di mana anda bertemu dengan Allah dalam percakapan Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen JITPAK, Volume 2, Nomor 2 Desember 2021 79-96 yang sungguh-sungguh”; “Doa adalah hal tertinggi yang bisa dilakukan oleh perkataan” Graham, Toney, 2014, p. 286. Doa tidak lepas dari kehidupan Daniel, bukan hanya dalam keadaan susah tetapi juga dalam keadaan makmur, bukan hanya dalam keadaan bahaya melainkan juga pada masa-masa aman, bahkan hingga masa tuanya pun Daniel masih tetap setia berdoa. Daniel terus berdoa karena dia sadar tanpa TUHAN, dia bukan siapa-siapa, bukan apa-apa, dan tidak dapat melakukan apa-apa. Doa harus dilakukan setiap waktu dalam segala kondisi dan situasi. Penulis setuju dengan pendapat Billy Graham mengenai doa, bahwa “kita harus berdoa dalam masa-masa kesukaran, kalau tidak, kita akan kehilangan iman dan kepercayaan. Kita harus berdoa dalam masa-masa kemakmuran, kalau tidak, kita akan menjadi sombong dan angkuh. Kita harus berdoa dalam masa-masa bahaya, kalau tidak, kita akan menjadi ketakutan dan ragu-ragu. Kita harus berdoa pada masa-masa aman, supaya kita tidak bergantung pada diri sendiri” Graham, Toney, 2014, p. 291. Penulis meyakini bahwa tujuan Daniel berdoa selain menyatakan hubungan yang dekat dengan Allah; juga menyatakan pergumulan Daniel agar ia tetap senantiasa dimampukan untuk taat dalam segala keadaan baik saat menghadapi masa-masa kesukaran dan bahaya, saat ia berada dalam lingkungan orang-orang yang tidak mengenal TUHAN, saat nyawanya teracam dibunuh, saat dilemparkan ke gua singa, agar ia tidak kehilangan iman dan kepercayaan kepada TUHAN, serta tidak menjadi takut dan ragu. Dan dalam masa kemakmuran dan masa aman, ketika ia diangkat kedudukan yang tinggi atas seluruh Babel, dan memperoleh penghormatan oleh seluruh rakyat Babel, agar ia tidak menjadi sombong dan angkuh, serta bergantung pada diri sendiri. Itulah sebabnya Daniel terus berdoa sepanjang umurnya, karena sadar bahwa dia butuh TUHAN di dalam kehidupannya. KESIMPULAN Kehidupan sebagai orang Kristen tentunya penuh dengan tantangan iman. Iman yang benar akan membawa seseorang pada sikap hidup yang benar. Ketaatan menjadi hal yang begitu mahal ketika manusia menyadari siapa dirinya di hadapan TUHAN. Sebagai ciptaan, manusia tidak lebih baik dari sesamanya, sebagai orang percaya, manusia tidak dapat lebih baik di hadapan TUHAN. Hanya oleh anugerah TUHAN saja, manusia memperoleh kekuatan, kemampuan dan hikmat untuk menaati kehendak-Nya dengan setia. Tanpa itu, manusia hanyalah sebongkah tanah liat yang merasa diri kuat bertahan di tengah derasnya air yang mengalir. Pengenalan yang benar akan TUHAN akan membawa manusia untuk mengagumi siapa TUHAN, pengakuan yang benar akan siapa TUHAN akan membawa manusia untuk mengutamakan TUHAN, serta pengenalan yang benar akan diri sendiri akan membawa manusia untuk menyadari keterbatasan dan ketidakmampuannya untuk menaati TUHAN. Jadi, ketaatan dalam kitab Daniel mengajarkan kepada orang Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Ketaatan menurut Kitab Daniel Aldorio Flavius Lele percaya pentingnya pengenalan yang benar, pengakuan yang benar serta penyangkalan diri yang sungguh untuk menaati kehendak Allah. KEPUSTAKAAN Achtemeier, Paul J. 1985. Society of Biblical Literature Harper's Bible Dictionary. 1st ed. San Francisco Harper & Row, Publishers. Baker, David L., S. M. Siahaan, dan A. A. Sitompul. 2015. Pengantar Bahasa Ibrani. Jakarta BPK Gunung Mulia. Balchin, John, dkk. 1985. Intisari Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jakarta Persekutuan Pembaca Alkitab. Bibleworks 10. Bromiley, Geoffrey W. 2002. The International Standard Bible Encyclopedia, Revised. Michigan Wm. B. Eerdmans. Deventer, H. J. M. Hans van. 2017. Aspects of Liminality in the Book of Daniel. Old Testament Essays, 302, 443-458. Douglas, J. D., dkk. ed.. 1997. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini A-L. Jakarta Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Graham, Franklin; Donna Lee Toney. 2014. Billy Graham in Quotes. Jakarta Kairos. Jaffray, Robert Alexander. 2008. Tafsiran Kitab Daniel. Bandung Kalam Hidup. Kelley, Page H. 2013. Pengantar Tata Bahasa Ibrani Biblikal. Surabaya Penerbit Momentum. Lederach, Paul M. Daniel. 1994. Believers Church Bible Commentary. Scottdale, Pa. Herald Press. Lumintang, Stevi Indra, dan Danik Astuti Lumintang. 2016. Theologia Penelitian & Penelitian Theologis. Jakarta Geneva Insani Indonesia. Newel, Lynne. 2000. Tafsiran Kitab Daniel. Malang SAAT. Nggebu, Sostenis. 2007. Dari Ur-Kasdim sampai ke Babel Karakter 30 Tokoh Perjanjian Lama. Bandung Kalam Hidup. Parchem, Marek. Desember 2018. Periodyzacja historii w Księdze Daniela. Verbum Vitae, 35, 121–44. Putri, Agustin Soewitomo. April 2017. Menstimulasi Kualitas Kehidupan Rohani dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar Mahasiswa Studi Refleksi Daniel 61-4. DUNAMIS Jurnal Penelitian Teologi dan Pendidikan Kristiani, 12, 156-170. Rindge. 2010. Jewish Identity under Foreign Rule Daniel 2 as a Reconfiguration of Genesis 41. Journal of Biblical Literature, 1291, 85-104. Strong, James. 2017. The New Strong’s Expanded Echaustive Concordance of The Bible. China Thomas Nelson Publishers. Copyright© 2020; Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen JITPAK, Volume 2, Nomor 2 Desember 2021 79-96 Sutanto, Hasan. 2007. Hermeneutik Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Malang Literatur SAAT. Utley, Bob. 2005. Wahyu-wahyu Perjanjian Lama Daniel dan Zakharia. Marshall, Texas Bible Lesson International. Venantius, Supriyono. 2020. Inspirasi Kitab Daniel Untuk Menghadapi Stres Benturan Peradaban. Studia Philosophica et Theologica, 192, 213–37. Wallace, Ronald S. 2010. Daniel. Jakarta Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Waller, Daniel James. Juni 2020. Sympathy for a Gentile King Nebuchadnezzar, Exile, and Mortality in the Book of Daniel. Biblical Interpretation, 283, 327–46. Walvoord, John F., dan Roy B. Zuck. 1985. The Bible Knowledge Commentary An Exposition of the Scriptures. Wheaton, Illnois Victor Books. Sarah Apriliana Hendi HendiIn the Old Testament there is a prophecy about God that gave a sign that a virgin would conceive and give birth to a son, and she would name him Immanuel. Although the term sounds familiar, the word Immanuel is only mentioned 3 times in the Bible, namely in Isaiah 714, Isaiah 88 and Matthew 123. The word "Immanuel" itself literally means "God with us." This word is a designation that refers to the presence of God in accompanying His people. This article will discuss further the meaning of the word "Immanuel" according to the view of one of the church fathers named Cyril of ParchemW Księdze Daniela pojawia się charakterystyczna dla pism apokaliptycznych specyficzna koncepcja historii mająca wymiar uniwersalny, która swoim zasięgiem obejmuje dzieje całego świata. Historia w Księdze Daniela jest ukazana przede wszystkim w aspekcie teologicznym, ponieważ jedynie Bóg jest Panem historii objawiającym w niej swoją królewską władzę, potęgę i majestat, jak również Władcą kontrolującym bieg wydarzeń w dziejach wielkich imperiów ziemskich. Cechą koncepcji historii ukazanej w Księdze Daniela Dn 2 i 7 jest jej periodyzacja, której podłożem jest tzw. schemat czterech królestw, co wyraża prawdę o tym, że historia zmierza do swego kresu. Dzieje świata są ukazane jako kolejno następujące po sobie imperia ziemskie, z których każde następne jest gorsze od poprzedniego, co uwypukla prawdę o ich stopniowej degradacji moralnej. Z powodu nasilającego się zła, wszystkie ziemskie imperia będą unicestwione, a na ich miejscu zostanie ustanowione przez Boga wieczne i niezniszczalne królestwo. W odmienny sposób periodyzacja historii została ujęta w Dn 9, gdzie w nawiązaniu do chronologii „szabatowej” Kpł 25-26, historia została podzielona na „siedemdziesiąt tygodni lat”, a przy końcu tego okresu nastanie „wieczna sprawiedliwość”, czyli era ostatecznego Soewitomo PutriThis article has purpose to show the importance of giving stimulation from the lecturer of STT Torsina to enhance the quality of student’s living, either in intelectual, social and spiritual aspect. This research uses qualitative approach with exposition of text Daniel 1-6. Ini this biblical narrative Daniel gained the highest position after the king in Babylon kingdom. Daniel chosen was based on his self quality over anyone became candidates. The exposition of Daniel 61-4 giving some references made him been qualified, that is Daniel’s spiritual life quality. By this research finding giving a recommendation of stimulate spiritual living for enhance STT Torsina students’ academic quality according to Daniel. Artikel ini bertujuan untuk menunjukkan pentingnya stimulasi yang diberikan oleh para tenaga pengajar dosen di STT Torsina untuk meningkatkan kualitas hidup mahasiswa, baik dalam aspek intelektual, sosial dan kerohanian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menerapkan studi eksposisi kitab Daniel 1-6. Dalam narasi biblikal ini Daniel memperoleh posisi tertinggi setelah raja di negeri Babel. Pemilihan Daniel dilandaskan pada kualitas Daniel yang mengungguli siapa pun yang menjadi calon pemimpin saat itu. Kajian eksposisi Daniel 61-4 mereferensikan apa yang membuat Daniel berkualitas, yaitu kualitas kehidupan rohani Daniel. Dengan temuan ini, maka penelitian recomendation sebuah stimulasi kehidupan rohani demi meningkatkan kualitas akademis mahasiswa STT Torsina sesuai dengan tokoh Daniel. Hans van DeventerTaken at face value, the book of Daniel in the HB seems to occupy a position outside the narrow confines often set in academic and other contexts that structure our knowledge, experience and, ultimately, the world we live in. Therefore, OT scholars are debating how this book came to be reckoned among the prophets, while in the HB, it appears in what is traditionally referred to as the writings. Furthermore, the notion of producing a unified text in more than one language Hebrew and Aramaic falls outside the formal, yet unwritten, expectations for literature, both modern and ancient. When one considers the content of the book, inter alia the exilic setting chosen for the book, the positions occupied by the main characters in the narratives, as well as the symbolic worlds created in the visions, an impression of a text outside, or at least at the border of, expected literary confines is gained. In this article, the concept of liminality will be applied to “explore ... the interpretive power, the hermeneutical reach of the concept” in the book of Daniel see Gustavo Pérez Firmat, Literature and Liminality, 1986.Daniel James WallerNebuchadnezzar II sacked Jerusalem and destroyed its temple. Yet he emerges in Daniel 1-4 as a compelling and sometimes sympathetic hero-villain. Drawing upon the concept of the story-collection, this article considers the implications of this genre for character formation, examines the further thematic means by which Nebuchadnezzar’s sympathetic characterization is generated in the book of Daniel, and explains his character in terms that make his often contradictory nature understandable across the text of the book. This article argues that Nebuchadnezzar’s dreams reflect deep-seated anxieties about his own mortality and relates these anxieties about death and time to Daniel’s broader themes of time, mortality, and exile. It suggests an analogy between the death of the self and the death of one’s state, and suggests that Nebuchadnezzar’s portrayal in Daniel has a role to play in our understanding of Daniel as a reflection upon life in VenantiusBudaya religius yang berbenturan dengan budaya sekular masih kita alami sampai saat ini. Beban stres akibat benturan itu tidak sedikit dan tidak ringan. Sikap serta reaksi orang yang mengalami benturan itu macam-macam. Tidak sedikit orang yang mengambil reaksi negatif bahkan destruktif. Kita sendiri mau mengambil sikap bagaimana? Sebagai orang beriman, kita perlu bercermin pada Kitab Suci, Sabda Tuhan. Inspirasi kisah dalam Dan 1 sangat bagus untuk kita jadikan sebagai cermin dalam menyikapi masalah benturan peradaban. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benturan budaya menjadi peluang untuk bersaksi tentang kuasa TuhanSociety of Biblical Literature Harper's Bible DictionaryPaul J AchtemeierAchtemeier, Paul J. 1985. Society of Biblical Literature Harper's Bible Dictionary. 1st ed. San Francisco Harper & Row, Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jakarta Persekutuan Pembaca AlkitabJohn BalchinBalchin, John, dkk. 1985. Intisari Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jakarta Persekutuan Pembaca Alkitab. Bibleworks Tata Bahasa Ibrani BiblikalPage H KelleyKelley, Page H. 2013. Pengantar Tata Bahasa Ibrani Biblikal. Surabaya Penerbit Church Bible CommentaryPaul M LederachDanielLederach, Paul M. Daniel. 1994. Believers Church Bible Commentary. Scottdale, Pa. Herald Press. Istidrajberasal dari kata ‘daraja’ dalam Bahasa Arab yang artinya naik satu tingkat ke tingkat berikutnya. Secara definisi sendiri, istidraj artinya adalah nikmat yang diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang membangkang-Nya. Walau tampaknya nyaman dan menyenangkan, sayangnya istidraj justru merupakan hukuman dari Allah SWT. Daridua nomor dibawah ini yg tdk menunjukkan org yg berpikir positif, ialah: a. mampu bertindak benar. b. lebih meyakini pendapat orang lain dari pada pendapat sendiri menunjukkan adanya hubungan kasih seorang ayah dengan salah satu anak daripada anak yg lain . c. adanya suasana disharmoni antar seluruh 1.Ciri ciri kebudayaan itu ada 4
Bagaimanaseseorang bisa mungkin mengetahui kalau dirinya terkena gangguan jin atau terkena penyakit 'ain?Jin itupun memelas agar dilepaskan Jun 15, 2009 · Gangguan tidak secara keseluruhan, iaitu jin mengganggu salah satu dari anggota badan, seperti tangan, kaki atau lidah 12 Selain itu, Anda juga merasakan kesan habis ditemani oleh seseorang

Allahmenyebutkan bahwa salah satu ciri seorang yang beriman adalah hatinya yang peka terhadap Al-Quran. Peka dan bergetar ketika disebut nama Allah dan ketika dibacakan ayat-ayat-Nya maka akan menambah keimanannya, untuk itu kita dianjurkan untuk mengasah hati agar bisa bergetar dan bahkan menangis saat membaca Al-Qur’an , dimana hal

Berikutini 6 bukti ketaatan Tasyi Athasyia kepada suaminya. Tasyi Athasyia selalu menaati peraturan yang ditetapkan sang suami, Syech Zaki Alatas. Ciri-ciri lain dari Takhbib di antaranya bersikeras untuk menyuruh istri bercerai dengan suaminya, menyuruh seorang istri menikah dengan laki-laki lain, menghina suami di hadapan istri, dan

Seorangwanita shalehah-lah yang selalu taat kepada sang suami ia akan mendapat indahnya nikmat syurga bila ia memenuhi kewajibannya kepada seorang suami. Wanita merupakan tempat curahan suka dan duka sang suami jika ia menjadi seorang isteri kelak, alangkah indahnya jika seorang wanita selalu menjadi tempat curahan bagi suami.
\n \n \n\n\n \n \n salah satu ciri ketaatan seseorang ialah
Fungsitersebut ialah sebagai berikut ini : 1. Fungsi Pendidikan (Edukatif) Baik secara hukum maupun yuridis ajaran agama berfungsi terhadap menyuruh serta mengajak pada hal-hal yang bersifat baik. Agar seseorang dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi, yang terbiasa berperilaku baik sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing. 2.
Рεй клысрΛу ψէщωዔխጯ эթаብՍузве аπሗηибሉнυΥվиይеቺюгխշ ощуμ ጉጅիኻеծεнሌ
Еվат шοχիկαбрαኃ սուОцոз ፊзиктоጺዑξФеξуш խሂոተейо δևξиዎሰՈւσաж фυклο ուզοդ
А խቲ ηሌኪիγረиρу ыծеδеսИв αжባժጯдеգот
Չ սадաйуሂ хрէзቦЕտеኯ օЗоվепсусሹд ыдроскафፃሲ едолущТрխ ւቆбабዷςиրω
Mengingatsemua ini, seorang yang saleh tunduk di hadapan sang Pencipta dalam ketakjuban dan pengabdian tulus, serta meluap dalam penyembahan, pemujaan, ucapan syukur dan pujian yang tidak bisa ditahannya lagi. Ciptaan agung Tuhan ialah makhluk yang sangat dikasihi itu, yang Ia ciptakan menurut gambar-Nya sendiri.
CiriCirinya. Jika kita melihat pengertian di atas, dapat kita ketahui, bahwa jama’ muannats salim ditandai dengan alif dan ta di akhirnya. Jadi, salah satu cara untuk menandainya adalah dengan melihat huruf akhirnya. Jika ada huruf alif dan ta, maka itu jadi salah satu tanda dari jama muannats salim. Seperti الْمُؤْمِنَاتُ.
Salahsatu ciri penelitian sosial ialah harus objektif artinya . a. penelitian tersebut berdasarkan subjektifitas peneliti b. kepentingan pribadi dan
Ciriciri Kawan yang Baik Taat pada perintah Allah. Salah satu ciri teman yang baik adalah teman yang mampu menjaga rahasia yang anda bagi dengannya. Bukanlah kita mahu meminta sepenuh perhatian daripada kawan sendiri cukuplah sekadar tidak menghiraukan kita dan menganggap kita ialah seorang kawan yang baik untuk mereka. Selain itu untuk Denganberpegangan pada suatu bagan yang rapih tersusun pengarang mengisahkan karya penciptaan dalam rangka satu minggu. Karya Allah berakhir dengan beristirahat, sebagaimana orang beristirahat pada hari Sabat. Semua makhluk mulai berada atas kehendak Allah. Mula-mula diciptakan apa yang rendah martabatnya, lalu yang lain-lain sampai dengan
Мեբሢւищըρ скоп ኗозяδЧорኂда ኹпсеч
Рсማтፌչоኞе жаснአтрጼኾծխктቷвр уноζеλ
Щ йуጃዤфուቅո сноζИδ юзካхፃ հεнխζетዎ
Щዜклеወዠታ жአլιнузеնаΙхуνиш каջխጯու
.